Byaha, dalam Purana Bangsul

byaha

Pura Teratai Bang
Pemujaan Sang Hyang Agni

Agne sarasraksa satamurdhan
Satam te pranah ahasram vyanah
(Yajurveda XVII.7)

Maksudnya:
Ya Sang Hyang Agni yang memiliki ribuan mata dan kepala. Kemampuan Sang Hyang Agni tiada terkira. Sang Hyang Agni memiliki ratusan prana dan vyana yaitu tenaga hidup dalam diri manusia.

PURA Teratai Bang ini adalah pura yang terletak di Bukit Tapak di Desa Candi Kuning Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan. Pura ini dilingkari oleh kaki Bukit Tapak. Dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul Bukit Tapak itu disebut Bukit Teratai Bang. Karena pura ini terletak di Bukit Teratai Bang maka sebutan dari pura ini adalah Pura Teratai Bang.

Demikian dinyatakan dalam bukuKumpulan Hasil Penelitian Sejarah” yang dilaksanakan oleh Tim dari Institut Hindu Dharma (sekarang Unhi). Pura ini terletak di areal Kebun Raya Bedugul, Candikuning. Untuk mengungkapkan keberadaan pura ini memang tidak mudah karena minimnya data yang ada yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dari cerita mitologi yang terdapat dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul, Pura Teratai Bang berhubungan dengan cerita keberadaan gunung-gunung dan bukit-bukit di Bali. Cerita Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul ini kemungkinan rekonstruksi dari Lontar Tantu Pagelaran dalam kepustakaan Jawa Kuno.

Dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul tersebut diceritakan Sang Hyang Parameswara bersabda kepada putra-putranya para dewa terutama pada Sang Hyang Gnjayasakti. Putra-putranya itu dinasihati agar datang ke Bali untuk menjaga Bali dan menjadi para dewa di pulau tersebut. Sang Hyang Parameswara menyatakan telah meletakkan gunung-gunung dan bukit-bukit sebagai stana putra-putranya di Bali.

Gunung-gunung tersebut diambil dari bongkahan Gunung Maha Meru dari India. India dalam lontar tersebut dinyatakan dengan istilah Jambudwipa. Memang daerah India itu mirip dengan buah jambu. Dari pecahan Gunung Maha Meru dari Jambu Dwipa tersebut menjadilan di Bali Gunung Agung puncak dari Gunung Maha Meru dan disebut Giri Jaya diletakkan di sudut timur laut Pulau Bali.

Bagian bawahnya sebagai dapur Gunung Hyang Agni menjadi Gunung Batur dan bagian bawahnya lagi menjadi Gunung Rinjani di Lombok. Bagian bawahnya lagi menjadi Gunung Batukaru, Gunung Tapaksahi, Gunung Pengelengan, Gunung Mangu, Gunung Silanjana, Pegunungan Naga Loka, Pulaki, Puncak Sangkur, Bukit Rangda, Bukit Padang Dawa dan Teratai Bang.

Di bagian selatan Pulau Bali pecahan Gunung Maha Meru itu menjadi Gunung Andakasa dan Uluwatu. Di bagian timur dan tenggara menjadi Gunung Byaha, Biasmuntig, Gunung Lempuhyang dan Bukit Seraya. Semua gunung dan bukit tersebut disediakan oleh Sang Hyang Parameswara untuk stana para dewa putra-putra beliau. Dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul itu sangat jelas dinyatakan bahwa adanya Bukit Teratai Bang sebagai stana Dewa putra Sang Hyang Parameswara.

Dalam cerita rakyat yang disusun oleh I Wayan Narji dari Desa Tunjuk dikutip juga dalam buku Kumpulan Hasil Penelitian Sejarah Pura tersebut. Diceritakan ada seorang keturunan keluarga Raja Majalangu yang bernama Ida Sang Ngurah Sakti datang ke Nusa Panida. Di sana beliau mendirikan pasraman bernama Puncak Mundi sebagai tempatnya melakukan samadi. Dari sana pindah ke Munduk Bias di Nusa Panida juga. Dari sanalah beliau ke daratan Bali sampai di Munduk Guliang di Klungkung.

Dari Munduk Guliang terus pergi ke barat bertemu dengan hutan yang banyak menjangannya. Di hutan itu beliau bersemadi sampai memperoleh ilmu kasuksman, karena itu tempat itu didirikan juga pasraman dengan nama Munduk Menjangan. Di tempat beliau beryoga didirikan sebuah pura yang disebut Pura Paroman.

Ida Ratu Ngurah Sakti ini terus-menerus berpindah-pindah untuk melakukan yoga semadi dan sampai juga di Bratan terus ke Candi Mas. Dari Candi Mas inilah terus ke Teratai Bang. Dari Teratai Bang ini juga terus berpindah-pindah mengelilingi Bali dan kembali pulang ke Puncak Mundi di Nusa Penida.

Dilihat dari busana pura dan keterangan Pemangku Pura, yang dipuja di Pura Teratai Bang itu adalah Sang Hyang Agni. Di sebelah Pura Teratai Bang tersebut memang juga terdapat belerang yang senantiasa berasap. Pemujaan Sang Hang Agni inilah pemujaan Dewa Brahma sebagai manifestasi Tuhan dalam fungsinya sebagai Dewa Agni. Jadinya di Pura Teratai Bang itu bukan memuja apinya tetapi yang menciptakan api itu sendiri yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Di Pura Teratai Bang itu sebagai tempat memohon Tirtha Pemuput Karya seperti juga di Pura Puncak Sangkur dan Pura-pura di sekitarnya termasuk untuk pemujaan perseorangan.

Pelinggih utama di Pura Teratai Bang adalah berupa Pelinggih Gedong bertajuk ijuk dengan dua atap. Upacara Piodalan di Pura Teratai Bang ini adalah pada hari Saniscara Kliwon Wuku Landep atau disebut Tumpek Landep. Menurut Lontar Sunarigama, Tumpek Landep itu adalah hari raya sakral umat Hindu di Bali  untuk mengingatkan umat agar menajamkan pikirannya atau idep-nya.

Dalam lontar tersebut dinyatakan: ”Tumpek Landep pinaka lancipaning idep”. Artinya Tumpek Landep sebagai media untuk mempertajam pikiran. Ini artinya Sang Hyang Agni di Pura Teratai Bang itu sebagai pemujaan untuk menguatkan Jnyana Agni yaitu api ilmu pengetahuan sebagai dinyatakan dalam Bhagawad Gita IV.10. Yang dimaksud dengan Jnyana Agni itu adalah ilmu pengetahuan yang dapat memberikan penerangan jiwa.

Dari jiwa yang terang itu muncul Karma yang disebut Niskama Karma. Yang dimaksud dengan Niskama Karma itu adalah perbuatan atau perilaku yang didorong oleh ketulusikhlasan tanpa pamerih akan hasilnya. Api suci yang dirangkul bumi sebagai magma dan yang dirangkul angkasa sebagai matahari menghasilkan kesuburan bumi. Kesuburan bumi itu dikelola dengan kerja yang Niskama Karma akan mengembangkan kesuburan bumi itu menjadi sumber hidup bagi keseimbangan hidup semua makhluk hidup di bumi ini.

Karena itu, pemujaan Tuhan sebagai Sang Hyang Agni di Pura Teratai Bang hendaknya dimaknai sebagai motivasi spiritual dalam kegiatan ritual untuk diaktualkan dalam mengembangkan api ilmu pengetahuan dalam menata kesuburan bumi ini. Dengan demikian api di Bhuwana Agung dan di Bhuwana Alit bersinergi membangun hidup yang sejahtera lahir batin.

I Ketut Gobyah, Bali Post 1 Agustus 2007, posted by : I Wayan Ardika

Tinggalkan komentar